Kerajaan Galuh
Kerajaan Galuh adalah suatu kerajaan Sunda di pulau Jawa, yang wilayahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Ci Serayu juga Cipamali (Kali Brebes) di sebelah timur. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan, bawahan Tarumanagara.
Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno Carita Parahiyangan, suatu naskah berbahasa Sunda yang ditulis pada awal abad ke-16. Dalam naskah tersebut, cerita mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama lima belas tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.
Saat Linggawarman, raja Tarumanagara yang berkuasa dari tahun 666 meninggal dunia pada tahun 669, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke Sri Maharaja Tarusbawa, menantunya dari Sundapura, salah satu wilayah di bawah Tarumanagara. Karena Tarubawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh, dipimpin oleh Wretikandayun (berkuasa dari tahun 612), memilih untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Adapun untuk berbagi wilayah, Galuh dan Sunda sepakat menjadikan Sungai Citarum sebagai batasnya.
A. Kerajaan kembar
Wretikandayun mempunyai tiga anak lelaki: Rahiyang Sempakwaja (menjadi resiguru di Galunggung), Rahiyang Kidul (jadi resi di Denuh), dan Rahiyang Mandiminyak. Setelah menguasai Galuh selama sembilan puluh tahun (612-702), Wretikandayun diganti oleh Rahiyang Mandiminyak, putra bungsunya, sebab kedua kakaknya menjadi resiguru.
Dari Nay Pwahaci Rababu, Sempakwaja mempunyai dua anak: Demunawan dan Purbasora. Akibat tergoda oleh kecantikan iparnya, Mandiminyak sampai terseret ke perbuatan nista, sampai melahirkan Sena (atau Sang Salah). Sedangkan dari istrinya, Dewi Parwati, putra dari Ratu Sima dan Raja Kartikeyasingha, Mandiminyak mempunyai putra perempuan yang bernama Sannaha. Sannaha dan Sena lantas menikah, dan mempunyai putra yang bernama Rakryan Jambri (atau disebut Sanjaya).
Kakuasaan Galuh yang diwariskan pada Mandiminyak (702-709), kemudian diteruskan oleh Sena. Karena merasa punya hak mahkota dari Sempakwaja, Demunawan dan Purbasora merebut kekuasaan Galuh dari Sena (tahun 716). Akibat terusir, Sena dan keluarganya lantas mengungsi ke Marapi di sebelah timur, dan menikah dengan Dewi Citrakirana, putra dari Sang Resi Padmahariwangsa, raja Indraprahasta.
B. Raja – raja yang berkuasa di kerajaan galuh
No. Nama Raja Tahun Berkuasa
1 Wretikandayun / Rahiyangta ri Menir 612 - 702
2 Mandiminyak atau Prabu Suraghana 702 - 709
3 Sanna atau Séna/Sannaha 709 - 716
4 Purbasora 716 - 723
5 Sanjaya / Rakeyan Jambri 723 - 732
Harisdharma / Rakai Mataram
6 Tamperan Barmawijaya 732 - 739
7 Sang Manarah 739 - 746
8 Rakeyan ri Medang 746 - 753
9 Rakeyan Diwus 753 - 777
10 Rakeyan Wuwus 777- 849
11 Sang Hujung Cariang 849 - 852
12 Rakeyan Gendang 852 - 875
13 Dewa Sanghiyang 875 - 882
14 Prabu Sanghiyang 882 - 893
15 Prabu Ditiya Maharaja 893 - 900
16 Sang Lumahing Winduraja 900 - 923
17 Sang Lumahing Kreta 923 - 1015
18 Sang Lumahing Winduraja 1015 -1033
19 Rakeyan Darmasiksa 1033 - 1183
20 Sang Lumahing Taman 1183 - 1189
21 Sang Lumahing Tanjung 1189 - 1197
22 Sang Lumahing Kikis 1197 - 1219
23 Sang Lumahing Kiding 1219 - 1229
24 Aki Kolot 1229 - 1239
25 Prabu Maharaja 1239 - 1246
26 Prabu Bunisora 1357 - 1371
27 Mahaprabu Niskala Wastu Kancana 1371 - 1475
28 Dewa Niskala 1475 - 1483
29 Ningratwangi 1483 - 1502
30 Jayaningrat 1502 - 1528
Atau menurut Naskah Wangsakerta daftar lengkap raja-raja yang bertahta di Kerajaan Galuh antara lain:
No. Nama Raja Tahun Berkuasa Keterangan
Saka Masehi
1 Wretikandayun / Rahiyangta ri Menir 534 - 592 612/613 - 670/671
2 Mandiminyak atau Prabu Suraghana 624 - 631 702/703 - 709/710
3 Sanna atau Séna/Sannaha 631 - 668 709/710 - 716/717
4 Purbasora 638 - 645 716/717 - 723/724
5 Sanjaya / Rakai Mataram 645 - 654 723/724 - 732/733 1
6 Tamperan Barmawijaya 654 - 661 732/733 - 739/740
7 Sang Manarah 661 - 705 739/740 - 783/784
8 Sang Manisri 705 - 721 783/784 - 799/800
9 Sang Triwulan 721 - 728 799/800 - 806/807
10 Sang Welengsa 728 - 735 806/807 - 813/814
11 Prabhu Linggabhumi 735 - 774 813/814 - 852/853
12 Danghyang Guru Wisuddha 774 - 842 852/853 - 920/921
13 Prabhu Jayadrata 843 - 871 921/922 - 949/950
14 Prabhu Harimurtti 871 - 888 949/950 -966/967
15 Prabhu Yuddhanagara 888 - 910 966/967 - 988/989
16 Prabhu Linggasakti 910 - 934 988/989 - 1012/1013
17 Resiguru Dharmmasatyadewa 934 - 949 1012/1013 - 1027/1028
18 Prabhu Arya Tunggalningrat 987 - 1013 1065/1066 - 1091/1092
19 Resiguru Bhatara Hyang Purnawijaya 1013 -1031 1091/1092 - 1111/1112
20 Bhatari Hyang Janawati 1033 - 1074 1111/1112 - 1152/1153 2
21 Prabhu Dharmmakusuma 1074 - 1079 1152/1153 - 1157/1158
22 Prabu Guru Darmasiksa 1079 - 1219 1157/1158 - 1297/1298
23 Rakeyan Saunggalah 1109 - 1219 1167/1168 - 1297/1298
24 Maharaja Citragandha 1225 - 1233 1303/1304 - 1311/1312
25 Maharaja Linggadewata 1233 - 1255 1311/1312 - 1333/1334
26 Maharaja Ajiguna 1255 - 1262 1333/1334 - 1340/1341
27 Maharaja Ragamulya 1262 - 1272 1340/1341 - 1350/1351
28 Maharaja Linggbhuwana 1272 - 1279 1350/1351 - 1357/1358
29 Mangkubhumi Suradhipati 1279 - 1293 1357/1358 - 1371/1372
30 Mahaprabu Niskala Wastu Kancana 1293 -1397 1371/1372 - 1475/1476
31 Dewa Niskala atau Ningrat Kancana 1397 - 1404 1475/1476 - 1482/1483
32 Prabhu Ningratwangi 1404 - 1423 1482/1483 - 1501/1502 3
33 Prabhu Jayaningrat 1423 - 1450 1501/1502 - 1528/1529 4
Keterangan :
1. Sebagai Maharaja kerajaan galuh dan kerajaan
sunda
2. Sebagai Ratu kerajaan galuh yang beribukota di Galunggung
3. Sebagai ratu Galuh mewakili kakaknya, Sri Baduga Maharaja penguasa Galuh dan Sunda
4. sebagai ratu Galuh terakhir, karena kerajaan Galuh ditaklukkan oleh Kerajaan Cirebon yang diperintah oleh Susuhunan Jati.
C. Wilayah Galuh Masa Kerajaan Cirebon
Penguasaan Kerajaan atau Kesultanan Cirebon atas Kerajaan Galuh tidak terlepas dari ekspansi kekuasaan dan penyebaran Islam ke seluruh wilayah Jawa Kulon (Jawa Barat) dengan dibantu Kesultanan Demak.
Diawali dengan tidak maunya Sultan Cirebon II, Sunan Gunung Djati memberikan upeti kepada Kerajaan Galuh karena sebelah timur Citarum dalam penguasaan Galuh. Tindakan ini awalnya mendapat respon keras dari Prabu Siliwangi, akan tetapi kemudian Prabu Siliwangi seakan-akan membiarkan keputusan yang diambil oleh Syarif Hidayatullah karena Prabu Siliwangi menghindari perang saudara (kakek dan cucu). Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521) M adalah kakek Syarif Hidayatullah, ibunya Rarasantang putri Sri Baduga Maharaja dan juga menantu Walangsungsang, Sri Mangana putra yang diangkatnya sebagai penguasa Cirebon.
Setelah Sri Baduga turun tahta tahun 1521 M, pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa 1521 – 1535 M, Cirebon semakin berani dengan melakukan ekspansi ke berbagai wilayah di Jawa Kulon. Pada tahun 1527 M pasukan Demak di bawah pimpinan Faletehan atau Fatahillah atau Fadhilah Khan dengan bantuan pasukan Cirebon, Dipati eling, dan Dipati Cangkuang berhasil menaklukan Sunda Kelapa dan diganti namanya menjadi Jayakarta (Jakarta) dijadikan hari jadi. Banten lebih dulu diislamkan tahun 1526 M dan berdiri Kesultanan Banten tahun 1527 M.
Prabu Jayaningrat, adalah putera Prabu Ningratwangi, cucu Prabu Dewa Niskala. Prabu Ningratwangi, adalah adik Sri Baduga Maharaja, yang menjadi penguasa Kerajaan Galuh, bawahan Kerajaan Sunda Pajajaran. Prabu Jayaningrat, menggantikan posisi ayahnya, menjadi penguasa Kerajaan Galuh, pada tahun 1501 Masehi.
Berdasarkan riwayat hak waris, wilayah Pakungwati Cirebon, adalah merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Galuh. Oleh karena itu, Prabu Jayaningrat segera mengirimkan surat kepada Susuhunan Jati Kesultanan Cirebon yang isinya Agar Pakungwati Cirebon, kembali mengirirnkan upeti ke ibukota Kerajaan Galuh, seperti kebiasaan di masa silam. Kalau tidak, akan digempur.
Susuhunan Jati Cirebon menolak permintaan penguasa Kerajaan Galuh itu. Susuhunan Jati Cirebon, segera mengirimkan kabar kepada Fadhillah Khan, untuk datang dengan pasukannya ke Pakungwati Cirebon. Penolakan Susuhunan Jati Cirebon, membangkitkan amarah Prabu Jayaningrat. Pada tahun 1450 Saka (1528 Masehi), pasukan bersenjata Kerajaan Galuh, bergerak menuju wilayah perbatasan Pakungwati Cirebon. Serangan, dipimpin langsung oleh Prabu Jayaningrat, didampingi Adipati Rajagaluh Sang Arya Kiban.
Adipati Kuningan Sang Suranggajaya, oleh Susuhunan Jati Cirebon, diserahi tugas melindungi pondok pesantren, yang tersebar di perbatasan Cirebon Galuh. la adalah putera Ki Gedeng Luragung Jayaraksa yang diangkat anak oleh Arya Kamuning (Bratawiyana), sekaligus sebagai menantu Ratu Selawati.
Oleh karena itu, pasukan penyerang dari Kerajaan Galuh, dihadang oleh pasukan Sang Suranggajaya, di dekat Bukit Gundul. Akan tetapi pasukan Kerajaan Galuh, jumlahnya banyak, dan terlalu kuat untuk dihadapi oleh pasukan Sang Suranggajaya. la terdesak, segera mengirimkan berita ke Pakungwati, memohon bala bantuan.
Bala bantuan pasukan gabungan Pakungwati, Demak, Kuningan tiba, dipimpin oleh panglima perang senior Sri Mangana Pangeran Cakrabuana, pendiri Kesultanan Pakungwati Cirebon. Pertempuran sengit itu terjadi di palagan bukit Gula Sagandu. Dalam pertempuran ini, pasukan Demak memiliki kelebihan tersendiri, dilengkapi senjata meriam. Pasukan Kerajaan Galuh menyebutnya panah yang berbunyi seperti guntur, mengeluarkan asap hitam, sambil memuntahkan logam panas.
Pasukan Kerajaan Galuh terdesak dan mengundurkan diri ke benteng pertahanan terakhir di Talaga (Majalengka). Kerajaan Galuh yang didirikan oleh Prabu Wretikandayun pada tahun 612 Masehi itu, runtuh dalam pertempuran di Bukit Gundul, Palimanan 1528 M. Sejak itulah, wilayah utara Kerajaan Galuh berada di bawah kekuasaan Kesultanan Pakungwati Cirebon. Setahun setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Galuh, Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman wafat (1529) Masehi. Wilayah Kerajaan Galuh semenjak tahun 1528 M merupakan bagian dari Kesultanan Cirebon.
Pada tahun 1452 Saka (1530 Masehi), pasukan gabungan Pakungwati, Demak, dan Kuningan, melakukan "pembersihan" terhadap sisa‑sisa pasukan Kerajaan Galuh yang bertahan di Talaga. Akhirnya Talaga, dapat ditaklukkan, berada di bawah kekuasaan Pakungwati Cirebon. Hingga tahun 1453 Saka (1531 Masehi), beberapa wilayah bawahan Kerajaan Sunda Pajajaran lainnya, berhasil direbut, oleh pasukan Pakungwati Cirebon.
Pada saat itu, Pangeran Pasarean diangkat oleh ayahnya (Susuhunan Jati), menjadi pembesar kerajaan, sebagai Patih Pakungwati Cirebon, yang mewakili Susuhunan Jati. Kebijakan itu dilakukan, agar Pangeran Pasarean, dapat berperan penting dalam menghadapi Kerajaan Sunda Pajajaran. Permusuhan Pakungwati Pajajaran dapat dihentikan. Kedua belah pihak menempuh jalan damai, mengadakan perjanjian pada tanggal 14 paro terang bulan Asadha tahun 1453 Saka (29 Juni 1531 Masehi).
Antara Sang Prabu Surawisesa dengan Susuhunan Jati Sunan Gunung Djati Cirebon, menyepakati, bahwa:
• Kedua belah pihak mengakui kedaulatan masing-masing;
• Tidak saling menyerang;
• Silih asih (saling menyayangi), atuntunan tangan (kerjasama), karena kita sedarah (sama‑sama keturunan Sri Baduga Maharaja), janganlah putus.
Peristiwa tersebut, tersirat dalam Kropak 406 Carita Parahiyangan, berupa penilaian terhadap Prabu Sanghiyang Surawisesa, dengan kalimat yang sangat singkat: "kadiran, kasuran, kuwanen. Prangrang lirnawelas kali henteu eleh" (perwira, perkasa, pemberani. Perang lima belas kali, tidak kalah). Maksud tidak kalah tersebut, mungkin karena diakhiri dengan jalan damai.
D. Galuh Kawali sepeninggal Prabu Jayaningrat
Sepeninggal Prabu Jayaningrat, penguasa Galuh Kawali dalam pengaruh Cirebon:
• Pangeran Dungkut (lungkut) (1528 - 1575 M) putra Lanangbuana, raja kuningan menjadi penguasa Galuh Kawali pengganti Jayaningrat.
• Pangeran Bangsit (1575-1592 M) disebut juga Mas Palembang putra Pangeran Dungkrut.
• Pangeran Mahadikusumah/Apun di Anjung (1592 M) putra Pangeran Bangsit.
• Pangeran Usman (1643) menikahi putri Pangeran Mahadikusumah dan ia yang pertama dimakamkan di situs kawali.
• Dalem Adipati Singacala (1643-1718 M) putra Adidempul Cicit pangeran Bangsit, menikahi Nyi Anjungsari putri Pangeran Usman.
Sementara di wilayah Galuh lain yaitu Galuh Pangauban (Ciamis Selatan). Nama Galuh muncul lagi yang ingin menjadi Ratu Galuh yang menguasai kerajaan kecil (semacam kandaga lante) tempat Pangauban (perlindungan). Terletak antara Cipamali dan Cisanggarung lalu ke daearah aliran Sungai Citanduy. Kerajaan Galuh yang dirancang oleh Pucuk Umum (Pangauban) dibangun oleh Kamalarang dibantu oleh masyarakat Pakidulan yang tempatnya di tengah hutan berjarak dari laut sepenyirihan (kurang lebih 5 km) luasnya kurang lebih 100 depa persegi (sekitar 1,2 m).
Sekelilingnya dipagar tanaman Haur Kuning yang berduri, sebelah Utara dibuat alun-alun yang luasnya 50 depa persegi, di sebelah Selatan ada tanah kosong seluas 50 deupa persegi. Bangunan keratonnya sangat sederhana tenggaranya didirikan tujuh rumah untuk para menteri dan pegawai negara yang penting. Di sekitar rumpun haur dikelilingi oleh perumahan rakyat yang setia sebanyak 100 orang ditambah oleh rakyat Bagolo serta Kamulyan Maratama, Maradua, dan Maratiga yang setia kepada Prabu Haur Kuning dalam membangun pusat Galuh Pangauban.
Pada tahun 1516 M Pucuk Umum (Pangauban) karena simpati kepada Islam dan ajarannya pernah memimpin pasukan ke Malaka membantu Patih Yunus dari Kesultanan Demak atas perintah Raden Patah. Tapi Pucuk Umum tidak mau diangkat menjadi pimpinan Islam karena alasannya harus menyerang kerajaan Pajajaran sedangkan Pajajaran itu adalah eyangnya, akhirnya Pucuk Umum dibuang ke Ujung Kulon bersama istrinya.
Prabu Haur Kuning (1535 – 1580 M) putra Pucuk Umum (Pangauban). Maharaja Cipta Sanghiang (1580 – 1595 M ) putra Prabu Haur Kuning yang menjadi raja Galuh Gara Tengah dengan Gelar Maharaja Prabu Cipta Sanghyang Permana dan termasuk Raja Galuh terakhir yang beragama Hindu jasadnya dilarung di Ciputrapinggan. Prabu Cipta Permana (1595 – 1618 M) Ratu Galuh yang pertama masuk Islam karena menikahi Tanduran Tanjung putri Maharaja Mahadikusumah, penguasa Cirebon di Galuh Kawali.
Sebelum tahun 1596 M Cirebon belum terikat oleh Mataram bahkan daerah Ciamis Utara yang dimaksud utara Citanduy ada di bawah kekuasaan Cirebon termasuk Panjalu, Ciamis. Pada tahun 1618, Mataram menguasai Galuh dimulai pergantian gelar Raja yang tadinya bergelar Ratu atu Sanghyang dengan gelar Adipati yaitu bupati di bawah kekuasaan Mataram.
E. Wilayah Galuh Masa Kerajaan Mataram
Pada awal abad ke-17 Masehi termasuk wilayah Kerajaan Mataram. Pada tahun 1618 Sultan Agung mengangkat putera Prabu di Galuh Cipta Permana yang bernama Ujang Ngoko bergelar Adipati Panaekan (1608-1625) sebagai Wedana Bupati yang mengepalai Bupati-bupati Priangan.
Pada tahun 1641 Masehi Galuh dibagi menjadi 4 kabupaten ialah: Imbanagara, Utama, Bojong lopang, dan Kawasen. Ibukota (dayeuh) sama dengan nama kabupatennya. Dua kabupaten terletak di Galuh, dan dua lagi di wilayah Priangan. Penduduk pribumi Galuh semuanya berbahasa Sunda, demikian juga cara berpakaian, adat dan pengaturan desa tidak berbeda dengan wilayah Priangan dan daerah-daerah lain yang berbahasa Sunda.
F. Wilayah Galuh pada Masa Hindia-Belanda
Kangjeng Prabu sebagai bupati Galuh yang keenambelas ini paling ternama. Ia mempunyai ilmu yang tinggi dan merupakan bupati pertama di wilayah itu yang bisa membaca huruf latin. Memerintah dengan adil disertai dengan kecintaannya pada rakyat. Empat puluh tujuh tahun lamanya Raden Adipati Aria Kusumadiningrat memimpin Galuh Ciamis (1839-1886).
Pemerintah kolonial saat itu sedang menjalankan Tanam Paksa. Sebetulnya di tatar Priangan sejak tahun 1677 sudah dilaksanakan juga apa yang disebut Preangerstelsel atau sistem Priangan yang berkaitan dengan komoditi kopi. Sampai sekarang terabadikan dalam lagu yang berurai air mata yang bunyinya "Dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan. Ingkeun saderek, ulah rek dihareureuyan", gambaran seorang wanita yang sedih berkepanjangan karena ditinggal pujaan hati bekerja dalam tanam paksa. Dari Preangerstelsel, di tempat lain dimekarkan menjadi Culturstelsel. Jelas di Kabupaten Galuh ini bukan cuma komoditi kopi yang dipaksa harus ditanam olah rakyat, tapi juga nila. Proyek nila ini menimbulkan insiden Van Pabst yang menyebabkan Bupati Ibanagara dicopot dari jabatannya.
a) Awal Mula adanya Perkebunan Kelapa di Galuh
Tentu saja Kangjeng Prabu bersedih hati dan prihatin menyaksikan rakyatnya dipaksa harus menanam kopi dan nila, sementara hasilnya diambil oleh Belanda. Rakyat hanya kebagian mandi keringatnya, cuma kebagian repotnya saja, meninggalkan anak, isteri, dan keluarga, sehari-hari hanya mengurus kebun kopi dan teh. Di zaman tanam paksa kopi inilah saat kelahiran tembang sedih Dengkleung Dengdek. Tertulis dalam majalah Mangle, almarhum Kang Pepe Syafe'i R. A. diminta berceritera saat bersantai di perkebunan Sineumbra di Bandung selatan. Saat itu administratur Mangle adalah Max Salhuteru yang penuh perhatian pada kehidupan budaya tradisional Sunda. Pepe Syafe'i didaulat untuk menceriterakan sejarah lahirnya tembang dramatis Deungkleung Dengdek oleh administratur itu.
Kangjeng prabu sendiri menangis dalam hati, tidak tega menyaksikan rakyat tersiksa oleh pemerintah kolonial. Untuk mengurangi nestapa rakyat, agar selama bekerja tanam paksa tidak sampai perasaan kehilangan kerabat itu mengharu biru setiap waktu, dilakukanlah pembangunan berupa pembuatan beberapa saluran air dan bendungan, yang sekarang disebut saluran tersier dan sekunder termasuk dam yang kokoh. Sampai kini masih ada saluran air Garawangi yang dibangun tahun 1839, Cikatomas tahun 1842, Tanjungmanggu yang lebih terkenal dengan sebutan Nagawiru (berarti Naga biru) dibangun tahun 1843, dan saluran air Wangunreja tahun 1862.
Selanjutnya bupati yang kaya akan ilmu pengetahuan dan tidak bisa tidur sebelum berbakti pada rakyat itu membuka lahan persawahan baru dan kebun kelapa di berbagai tempat. Malah untuk sosialisasi kelapa, setiap pengantin lelaki saat seserahan diwajibkan untuk membawa tunas kelapa, yang selanjutnya harus ditanam di halaman rumah tempat mereka mengawali perjalanan bahtera rumah tangga.
Dari zaman Kangjeng prabu, perkebunan kelapa di Galuh Ciamis menjadi sangat subur, dengan produksinya yang menumpuk (ngahunyud) di setiap pelosok kampung. Dalam waktu tak terlalu lama, Ciamis tersohor menjadi gudang kelapa paling makmur di Priangan timur. Banyak pabrik minyak kelapa didirikan oleh para pengusaha, terutama Cina. Yang paling tersohor adalah Gwan Hien, yang oleh lidah orang Galuh menjadi Guanhin. Lalu pabrik Haoe Yen dan pabrik di Pawarang yang terkenal disebut Olpado (Olvado). Olpado ini musnah tertimpa bom saat Galuh dibombadir oleh Belanda. Guanhin juga tinggal nama, demikian juga yang lainnya. Saat ini, minyak kelapa terdesak oleh minyak kelapa sawit dan minyak goreng jenis lainnya.
b) Pembangunan Sekolah Sunda
Dari tahun 1853 Kangjeng prabu tinggal di keraton Selagangga yang dibuat dari kayu Jati yang kokoh. Luas lahan tempat keraton itu berdiri adalah satu hektare, dengan kolam ikan, air mancur, dan bunga-bunga di pinggirnya. Di bagian lain dari keraton, ada kaputren, tempat para putri Bupati. Di komplek keraton juga ada mesjid. Tahun 1872 di komplek keraton ini dibangun Jambansari dan pemakaman keluarga Bupati. Di sebelah timur pemakaman ada situ yang sangat dikeramatkan. Dulu tidak ada yang berani melanggarnya, orang Galuh percaya air situ itu mengandung khasiat seperti yang dituliskan oleh Kangjeng prabu dalam guguritan yang dibuatnya, "Jamban tinakdir Yang Agung, caina tamba panyakit, amal jariah kaula, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning." Artinya kurang lebih, "Jamban takdir dari Yang Agung, airnya penyembuh penyakit, amal jariah saya, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning."
Menurut para menak Galuh zaman sekarang, terutama keturunan Kangjeng prabu, zaman dulu guguritan yang disusun dalam pupuh Kinanti ini suka dinyanyikan oleh anak-anak sekolah rakyat. Selain bangunan untuk kepentingan keluarga Bupati, Kanjeng prabu juga membangun gedung-gedung pemerintahan dan sarana lainnya. Antara tahun 1859 sampai 1877 pembangunan berlangsung tanpa henti. Diawali dengan dibangunnya gedung pemerintahan kabupaten yang megah, tepatnya di gedung DPRD sekarang, menghadap utara. Lantas gedung untuk Asisten Residen, yang sekarang menjadi gedung negara atau gedung kabupaten, sekaligus tempat tinggal Bupati sekeluarga. Bangunan lainnya adalah markas militer, rumah pemasyarakatan, mesjid agung, gedung kantor telepon.
Tampaknya Kangjeng prabu sama sekali tidak melupakan satu pun kepentingan masyarakat. Pendidikan diutamakan oleh Bupati yang mahir berbahasa Perancis ini. Untuk pendidikan putera-puteranya dan kadang keluarga Bupati, sengaja dipanggil guru Belanda J.A.Uikens dan J. Blandergroen ke kantor kabupaten untuk mengajarkan membaca dan berbicara bahasa Belanda. Tahun 1862, Kangjeng Dalem mendirikan Sekolah Sunda. Tahun 1874, Sekolah Sunda yang kedua berdiri di Kawali. Sekolah-sekolah ini merupakan sekolah pertama di Tatar Sunda.
Dalam upaya menyebarkan agama Islam, Kangjeng prabu mempunyai cara-cara tersendiri. Terutama dalam upaya menghilangkan kepercayaan sebagian masyarakat yang masih menyimpan sesembahan berupa arca batu setinggi manusia. Kangjeng prabu sengaja suka mengadakan silaturahmi dan pengajian dengan mengajak serta masyarakat.
Dalam kumpulan seperti itulah ia mengajak rakyatnya supaya mereka setiap akan pergi ke pengajian dan perkumpulan, membawa arca yang ada di rumahnya masing-masing. "Kita satukan dengan arca kepunyaan saya," katanya. Rakyat setuju saja diminta membawa arca seperti itu dan dengan jujur mengakui bahwa di rumahnya memiliki arca. Dengan demikian, tanpa memakan waktu yang lama, sudah tidak ada lagi arca yang disimpan di rumah-rumah rakyat. Masyarakat beribadah dengan sungguh-sungguh memuji keagungan Allah. Islam mekar memancar seputaran Galuh. Sementara arca-arca yang dikumpulkan rakyat, ditumpuk begitu saja di Jambansari. Sekelilingnya ditanami pepohonan yang rimbun. Itu sebabnya sampai sekarang banyak arca di pemakaman Kangjeng prabu di Selagangga.
Kangjeng prabu merupakan Bupati pertama di Tatar Sunda yang bisa membaca aksara latin, juga mempunyai ilmu kebatinan yang tinggi. Menurut ceritera yang berkembang di masyarakat Galuh Ciamis, Kangjeng prabu juga menguasai makhluk gaib yang di Ciamis terkenal disebut onom. Tahun 1861, jalan kereta api akan dibuka untuk melancarkan hubungan antar warga, dari Tasikmalaya ke Manonjaya, Cimaragas, Banjar, terus sampai Yogyakarta. Kangjeng prabu segera mengajukan permohonan, supaya jalan kereta api bisa melewati kota Galuh, pusat kabupaten, dan bukannya melewati Cimaragas - Manonjaya. Biaya pembuatannya memang jadi membengkak sebab perlu dibuat jembatan yang panjang di Cirahong dan Karangpucung. Tetapi akhirnya Belanda menerima permohonan itu. Walaupun stasiun yang dibangun Belanda kini sudah tua, tapi Ciamis sampai kini dilewati jalan kereta api, di antaranya kereta api Galuh.
Tahun 1886 Kangjeng prabu lengser kaprabon, jabatannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Tapi walaupun sudah pensiun, Kangjeng prabu tidak hanya mengaso sambil ongkang-ongkang kaki di kursi goyang. Ia masih terus berbenah dan membangun Galuh Ciamis. Masih pada zamannya berkuasa, Undang-undang Agraria mulai dipakai, tepatnya tahun 1870. Oleh sebab itu, di Galuh Ciamis banyak perkebunan swasta, di antaranya Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Damarcaang, dan Sindangrasa.
Tahun 1915 Kabupaten Galuh secara resmi masuk ke Karesidenan Priangan, dan sebutannya menjadi Kabupaten Ciamis. Tanggal 1 Januari 1926 Pulau Jawa dibagi menjadi tiga provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat dibagi menjadi lima karesidenan, 18 Kabupaten dan enam kotapraja. Ciamis selanjutnya masuk ke Karesidenan Priangan Timur.
Di lokasi keraton Selagangga, Kangjeng prabu juga membuat masjid megah. Orang yang dipercayai untuk mengurus dan menghidupkannya adalah Haji Abdul Karim. Untuk pemekaran agama Islam, Bupati Galuh memerintahkan para Kepala Desa supaya di tiap desanya didirikan mesjid, selain untuk ibadah secara umum, juga untuk anak-anak dan remaja belajar mengaji dan ilmu agama. Pendeknya untuk membangun mental spiritual masyarakat. Masjid Selagangga sangat ramai dikunjungi para remaja.
c) Peninggalan Kangjeng prabu
Namun kini yang ada hanya tinggal makam keluarga dan Jambansari yang tinggal secuil. Situ yang dulu ada di sebelah barat telah tiada bekasnya barang sedikitpun. Padahal dulu ada dua situ, di sebelah barat dan timur. Sekarang sudah berubah menjadi perkampungan. Tanah yang dulu menjadi milik anak dan cucu Christiaan Snouck Hurgronje, sebelah timur tapal batas dengan Jambansari, kini juga sudah menjadi perkampungan.
Pemakaman Kangjeng prabu sampai sekarang masih diurus dan dipelihara oleh Yayasan yang dipimpin oleh Toyo Djayakusuma. Sementara waktu ke belakang, sempat telantar kurang terurus karena tiadanya biaya. Jambansari hampir hilang terkubur ilalang. Maka didatangilah rumah keluarga Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia di Jakarta yang saat itu dijabat Ir. Radinal Muchtar. Oleh keluarga itu kemudian dilakukan pembenahan dan perbaikan serta diangkat lagi martabatnya. Kebetulan isteri dari Radinal masih menak Galuh Ciamis, keturunan Kangjeng prabu. Jadi masih merasa perlu bertanggungjawab untuk memelihara pemakanam dan komplek Jambansari yang oleh rakyat Galuh sangat dimulyakan.
Ada yang sedikit menggores ke dalam rasa dari orang Galuh Ciamis, terutama yang bertempat tinggal di Jalan Selagangga, seputaran komplek pemakanan dan Jambansari, yaitu saat Jalan Selagangga diganti namanya menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan mengikuti nama pimpinan Muhammadiyah. Oleh sebab itu orang Galuh tetap menyebutnya Selagangga, sebab di situ ada peninggalan Kangjeng prabu yang dirasa telah besar jasanya dalam sejarah Galuh Ciamis. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Ahmad Dahlan, mereka meminta bupati untuk mengembalikan nama Jalan Selagangga untuk mengenang Kanjeng prabu yang memiliki keraton di tempat itu, memimpin Galuh dari sana, bahkan dimakamkannya juga di pemakaman Sirnayasa (Jambansari) Selagangga. Mereka merasa tak melihat adanya alasan yang bisa diterima bila Jalan Selagangga harus berganti nama.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Galuh
AssalamuAlaikum wr"wb Allahu Akbar-Allahu Akbar allah mahabesar.
ReplyDeleteKenalkan saya IBU ULAN TKI membernya yang kemarin aki brikan nmr 4D asal dari kota MEDAN, jadi tki di SINGAPUR, mau mengucapkan banyak2 trimakasih kepada KI PALAH yg sdh membantu kami sekeluarga melalui nmr TOGEL SINGAPUR 4D Keluar hari rabu kemarin allahamdulillah benar-benar kluar akhirnya dapat BLT Rp.500jt, sesuai niat kami kemarin KI, klo sdh jackpot, kami mau pulan kampung buka usaha & berhenti jadi TKI, TKW, cepek jadi prantauan aki kerena sdh 15 tahun jadi tkw nga ada perkembangan, jangankan dibilang sukses buat kirim ke Kampung pun buat keluarga susah KI, malu KI ama kluarga pulang nga bawah apa2, kita disini hanya dpt siksaan dari majikan terkadan gaji tdk dikasih, jadi sekali lagi trimakasih byk buat aki sdh membantu kami, saya tdk bakal lupa seumur hidup saya atas batuan & budi baik KI PALAH terhadap kami.
Buat sahabat2 tki & tkw yg dilandai masalah/ingin pulang kampung tdk ada ongkos, dan keadaannya sdh kepepet tdk ada pilihan lain lg. jangan putus asa, disini kami sdh temukan solusi yg tepat akurat & trpercaya banyak yg akui ke ahliannya di teman2 di google dengan jaminan tdk bakal kecewa, jelas trasa bedahnya dengan AKI-AKI yang lain, sdh berapa org yg kami telpon sebelum KI PALAH semuanya nihil, hanya menambah beban, nga kaya KI PALAH kmi kenal lewat teman google sdh terbukti membantu ratusan tki & tkw termasuk kami yg dibrikan motipasi sangat besar,demi allah s.w.t ini kisah nyata kami yg tak terlupakan dalam hidup kami AKI, sekali lagi trimakasih byk sdh membantu kami,skrg kami sdh bisa pulang dengan membawa hasil.
Jika sahabat2 merasakan hal yang sama dengan kami.
silahkan Hubungi KI PALAH siapa cepat dia dapat,
TERBATASI penerimaan member...wajib 9 member bisa diterimah dlm 3x putaran.
HUBUNGI LANSUNG DI NO:0823.8831.6351.
Atau kunjungi Situs KI PALA dengan cara klik >>>>>KLIK DI SINI<<<<<
Jarang menang dalam permainan Poker?
ReplyDeletejangan khwatir kawan mari join bersama kami di permainan Pokervita
Agent dengan Bonus harian & mingguan terbanyak
Mari join segera buktikan ke hokian anda bersama kami
Info hub
WA:0812 2222 996